![]() |
World Zakat Forum |
Banda
Aceh – Lembaga pengelola zakat dari 10 negara yakni Arab
Saudi, Turki, Bosnia, Malaysia, Afrika Selatan, India, Tanzania,
Bangladesh, Jordan dan Indonesia, ikut ambil bagian dalam seminar
World Zakat Forum (WZF) yang digelar di Kota Banda Aceh pada 9-10
Juni 2015.
Seminar
bertajuk “Developing International Standards for Zakat Management”
ini dibuka secara resmi oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag RI Prof Dr
Machasin mewakili Menteri Agama RI, Selasa (9/6/2015) di Hermes
Palace Hotel.
Dalam
sambutannya, Machasin menyebutkan sebelumnya pihaknya melalui Badan
Amil Zakat Nasional (Baznas) juga sudah mengadakan diskusi dengan
lembaga pengelola zakat dari berbagai negara.
“Dalam
world zakat forum ini, kami berharap dapat tersusun suatu standar
pengelolaan zakat yang dapat dipakai di seluruh dunia sehingga
manfaat zakat bagi mustahiq lebih optimal,” katanya.
Jika dikelola dengan baik, sambungnya, zakat dapat berperan besar dalam mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan sosial dalam masyarakat. “Untuk itu diperlukan administrasi keiklhasan dalam mengelola zakat.”
Jika dikelola dengan baik, sambungnya, zakat dapat berperan besar dalam mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan sosial dalam masyarakat. “Untuk itu diperlukan administrasi keiklhasan dalam mengelola zakat.”
“Kenapa
harus berstandar internasional? Karena kita ingin mengedepankan
manajemen pengelolaan zakat yang akuntabel, transparan, efektif dan
efisien serta sudah teruji di banyak negara,” katanya.
Soal pengaturan lembaga-lembaga zakat, Machasin menjelaskan tugas pemerintah adalah membuat regulasi dan pengawasan. “Daftar lembaga zakat yang beroperasi di Indonesia kita sudah punya, namun belum semuanya terakreditasi.”
“Mereka (lembaga zakat) harus mengajukan dulu kepada kita. Kalau Baznas dibentuk langsung oleh Presiden, sementara di daerah dibentuk oleh Bupati/Wali Kota sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya.
Soal pengaturan lembaga-lembaga zakat, Machasin menjelaskan tugas pemerintah adalah membuat regulasi dan pengawasan. “Daftar lembaga zakat yang beroperasi di Indonesia kita sudah punya, namun belum semuanya terakreditasi.”
“Mereka (lembaga zakat) harus mengajukan dulu kepada kita. Kalau Baznas dibentuk langsung oleh Presiden, sementara di daerah dibentuk oleh Bupati/Wali Kota sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya.
Prof
Dr KH Didin Hafidhuddin MSc selaku Ketua Umum Baznas, mengungkapkan,
terkait standar manajemen pelayanan zakat, yang terpenting bukan
jumlah pengumpulan zakatnya yang besar, tetapi bagaimana zakat
mengangkat derajat para mustahiq. “Itulah kesuksesan sebuah badan
zakat.”
Baznas,
kata Didin, terus mensosialisasikan zakat agar dapat menjadi
mainstream perekonomian bangsa. “Jika ZIS dikelola dengan
baik, maka kesejahteraan warga akan meningkat. Korelasi pajak dan
zakat itu positif, seperti yang terjadi di Malaysia.”
“Zakat tidak dipandang sebelah mata, tapi suatu potensi yang sangat besar. Banyak negara menjadikan zakat sebagai bagian penting dari pemerintahan,” katanya seraya menambahkan pihaknya juga sudah menyalurkan bantuan zakat bagi pengungsi Rohingya yang dikoordinir langsung oleh Baitul Mal Aceh.
“Zakat tidak dipandang sebelah mata, tapi suatu potensi yang sangat besar. Banyak negara menjadikan zakat sebagai bagian penting dari pemerintahan,” katanya seraya menambahkan pihaknya juga sudah menyalurkan bantuan zakat bagi pengungsi Rohingya yang dikoordinir langsung oleh Baitul Mal Aceh.
Turut
hadir pada acara acara pembukaan WZF 2015 antara lain Asiten II Setda
Aceh Azhari SE MSi yang mewakili Gubernur Aceh, Wali Kota Banda Aceh
Hj Illiza Sa'aduddin Djamal SE, Sekjen WZF Dr Ahmad Juwaini serta
perwakilan lembaga zakat dari 10 negara. (Jun)